Membludaknya para pemudik selepas lebaran atau beberapa hari menjelang lebaran adalah fenomena paling klasik yang terjadi di Indonesia. Apabila kamu menemukan sebuah kawasan dimana terdapat banyak para pasukan pengendara motor yang kebanyakan diantara mereka membawa kardus. itu berarti SELAMAT! Anda Bertemu dengan Para Pemudik!
Yap! Fenomena mainstream ini kerap menawarkan beragam cerita menarik. Meski aku cuma pemudik antara kota dari Bandung ke Tasik doang. tapi bagiku itu sebuah kebanggaan sendiri dimana aku bisa langsung ngerasain kesan dan pesan menjadi seorang pemudik.
Kejadian itu terjadi sekitar tahun 2007 – 2008 kalo nggak salah. Saat itu, aku berkesempatan mudik sama kakak pertamaku Aa Ranggi. Beliau ini adalah Omnivora berinisial RR yang Hobi nya main biola di loteng sekitar jam 5 sore. Pokoknya, siapapun yang mendengar lantunan biola yang beliau mainkan. Langsung bakalan terpesona dan meleleh abeezzz. *maafkan rada alay*
Balik lagi ke cerita utamanya, Yaaaa.. pada hari itu adalah hari pertama lebaran. Aku bersama kakakku, naik motor menuju Tasik. Semuanya baik – baik saja, hingga akhirnya aku tak kuasa menahan kantuk.
Sesekali, kakakku menggoyang-dumang-kan pundaknya agar aku berjuang untuk menahan rasa kantuk. Namun, apalah daya. Rasa kantuk yang melanda begitu menyiksa bathinku ini. Sehingga akupun lagi – lagi terjerumus ke dalam lingkaran mimpi.
Entah disengaja atau tidak, sampe akhirnya kakakku menemukan formulasi khusus untuk membuat aku tidak tidur dengan menggeleng atau menggiles kali ya? Pokoknya itulah beliau menggiles batu besar di hadapannya dan membuat motor, dirinya dan gadis kecil tak berdosa jatuh ke tanah.
Kami berdua dan tentunya bertiga bersama motor. Tikusruk alias jatuh sejatuh – jatuhnya. daaan sejak hal itu terjadi, aku jadi tidak ngantuk lagi… *uwyeaaah* Setelah bangkit dari keterpurukan akhirnya kami pun kembali melanjutkan perjalanan dengan rona wajah datar gitu aja meski sempat jadi bahan tontonan para pemudik lain.
Seingatku, sesampainya berada di Tasik. Kami sempat menginap satu malam disana. Kami menikmati hawa – hawa yang begitu menyenangkan di Tasik. Karena bagiku, Tasik adalah kota yang Asri. dimana masih bisa ditemukan banyak pematang sawang di pinggir jalan.
Keesokan harinya, kami pulang dan segera menuju Bandung. Kali ini, Perjalanannya cukup serius. kami tidak banyak bercakap – cakap di sepanjang jalan. Hingga akhirnya kami bercakap – cakap dalam tempo yang mendadak.
Sebelumnya, kami menerjang badai kemacetan yang begitu menggemaskan. rasanya kepala udah mau tandukan. Ngeliat kemacetan yang tiada henti ditambah lagi, akibat kemacetan, kaki ku jadi sering ngerasa keram. rasanya mengenaskan banget.
Lalu tiba – tiba.. di beberapa kawasan, kami menemui ada kesunyian. dimana jalur nya tidak mengalami kemacetan. melihat fenomena itu, kakak pertamaku merasa kegirangan, walau aku sebenernya saat itu tak sedetikpun aku menatap wajahnya tapi aku yakin dia ngerasa kegirangan.
Dia segera mengemudikan motornya dengan kecepatan ekstra. bagiku cukup ngebut atau mungkin bahkan SANGAT NGEBUT. Karena apa? Akibat kengebutannya dalam mengemudikan motor, Helm Motor yang sedang aku kenakan sampai terlepas dari kepalaku.
Pengalaman Kocak Mudik ke Tasik Bareng Kakak Pertama
Otomatis, kakak pertamaku sedikit hilang kendali karena aku paksa berhenti. Malangnya, Helm yang terlepas tadi bukan hanya terlepas biasa! tapi juga mendarat dengan selamat di pematang Sawah. Akupun akhirnya bergegas turun dari motor dan menjemput helm yang kini tengah terjebak diantara hijaunya padi di sawah.
Semoga Helmnya tidak mengalami trauma mendalam akibat kejadian ini *gumamku dalam hati* Oh iya, Pesan moral yang ingin disampaikan pada cerita kali ini adalah :

“Jangan remehkan udara, Karena udara yang bergotong royong memiliki tingkat kekejaman yang tinggi. Buktinya ia mampu menghempaskan helm dari kepala seseorang dan menjebloskannya ke dalam sawah. lebih kejam daripada seseorang yang makan nasi pake tusuk gigi.” #camkandalamsanubari :v

*SEKIAN*