Widyaherma.com – Mungkin teman – teman pernah mendengar istilah Nomaden. Yap, istilah yang memiliki arti berpindah – pindah. Sedari kecil, Saya memang tertakdirkan menjadi seorang nomaden. Seseorang yang dalam jenjang waktu kehidupannya selalu berpindah – pindah. Tidak menetap.

Kadang sedih juga sih kalo dipikir – pikir, hidup nomaden seperti halnya mengulang kesedihan yang memilukan. Dampaknya, Saya jadi tidak memiliki “teman dekat” yang menetap. Selain itu, Saya jadi harus melakukan penyesuaian lagi.. dari awal lagi.. dan begitulah.

Tapi, sisi lain dari nomaden sendiri membawa Saya pada hal – hal menyenangkan yang selalu saya kenang dalam bayang. Saya ini pernah pindah Sekolah Dasar ( SD ) sebanyak 5x. Sudah dibayangkan dong ya, betapa banyaknya hal yang saya miliki dengan predikat sebagai kampung halaman.

Pada dasarnya saya adalah anak gaul kelahiran 94. Di masa itu, memang belum ngehits banget istilah nge-gadget, ngemall dan nge-sosmed. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kalau saya ini memang lahir di Garut. Tapi nyatanya, Saya lebih banyak melalui proses kedewasaan di Bandung. Tapi beberapa waktu sempat bersekolah juga di Ciamis dan Garut.

Berhubung Saya lahir di Garut, okelah Saya akan bercerita tentang kampung halaman Saya di Garut. Saya juga bingung Saya lahir di Garut bagian mana. Yang jelas, kali ini Saya ingin bercerita tentang sebuah kampung halaman bernama Limbangan, Garut yang pernah jadi tempat tinggal Saya selama 2 tahun lamanya.

Awalnya, tak pernah terfikirkan oleh seorang Widya Herma akan tinggal di sebuah tempat yang mayoritas berbahasa sunda. Jujur, Saya di keluarga lebih sering menggunakan bahasa Indonesia. Dan ketika Saya pindah ke Garut. Rasanya WOW! Saya menjadi pusat perhatian orang – orang terlebih lagi Saya juga chadel.

Pada awalnya, memang Saya gak bisa berbahasa Sunda. Nilai saya jeblok giliran pelajaran bahasa Sunda. Tapi, pada akhirnya Saya bisa berbaur dan juga bisa sangat nyaman tinggal di Limbangan, Garut. Rupanya banyak hal yang Saya pelajari disini. Mulai dari cara berbicara, permainan masa kecilnya juga pertemanannya.

Saya selalu senang dengan beragam jenis permainan masa kecil yang pernah Saya mainkan selama berada di Garut. Seperti bermain Sapintrong atau lompat tali, ucing betadine, ucing baledog, ucing sendal, ucing 25, ucing kum, galah, sondah, egrang dan masih banyak lagi. Selain itu, Saya juga rindu dimana setiap sore selalu berkeliling mencari tanaman liar yang kemudian ditanam di pekarangan rumah.

Pokoknya Limbangan menjadi tempat yang nyaman. Limbangan tak hanya sebuah tempat di dalam google maps. Lebih dari itu, Limbangan juga menjadi tempat dimana Saya sering disuruh beli minyak tanah, Saya memiliki kucing bernama Dolin Mercedes, Saya tinggal bersama Ayah, Saya bertemu seorang sahabat bernama Dian Tiarani. Ia adalah sosok yang menyenangkan, anehnya walau bertemu setiap hari di sekolah, kita tak pernah kehabisan sesuatu untuk diceritakan.

Sekarang, sudah lebih dari 10 tahun lamanya sejak kami berpisah di tahun 2004. Kala itu, Saya hanya punya mimpi sederhana untuk bisa berkomunikasi dengan dia walau kami terpisah jarak. Tapi, mau bagaimana lagi? Saya belum punya handphone dengan jaringan yang support 4G untuk bisa lancar video call an sama Dian Tiarani. Sekarang, Saya hanya bisa melihat etalase handphone dengan merk Samsung sambil bergumam dalam hati. “Berapa ya harga promo samsung di konter itu?” Ingin sekali Saya memilikinya biar bisa komunikasian lancar sama Dian.

Dalam lubuk hati terdalam Saya, komunikasi dengan sahabat dari kampung halaman amatlah penting. Saya pernah mencoba berkomunikasi dengannya via facebook. Namun sayangnya, komunikasi dalam bentuk video call belum pernah terjadi. Hanya sampai niat dalam hati.

Cukup sekian, kampung halaman adalah tempat nyaman tak terkatakan. Tempat idaman yang seringkali dirindukan. Teruntuk semua pertemanan, kenangan dan senyuman yang pernah Saya tinggalkan di kampung halaman. Dari depan layar laptop ini, Saya ucapkan “Hai!” dan Terima Kasih telah bersedia menjadi bagian yang tak terlupakan.