Widyaherma.com – Sebenarnya, dalam kehidupan ini aku selalu merasa bahwa ada banyak banget hal – hal yang sangat butuh dimaafkan sekalipun kita tak pernah menerima kata maaf tersebut. Sedari kecil, Aku ditakdirkan menjadi anak broken home. Hidup dari kedua orang tua yang berpisah. Dan hal itu buatku terasa sangat menyakitkan.

Tidak memiliki banyak quality time bersama orang tua karena akupun hidup berpindah – pindah alias nomaden. Hidup tanpa bimbingan orang tua dan seringkali hidup bersama nenek maupun tante. Entahlah, kalau diceritakan lebih detail memang cukup rumit.

Selama bertahun – tahun, aku memendam luka sendiri, dalam kesunyian. Tak ada yang tahu pasti rasanya menjadi aku kecuali aku membaginya. Itupun pada orang – orang tertentu yang “dinilai” cukup dekat. Karena faktanya, aku ini orangnya hanya dapat didekati dengan satuan jarak tertentu. Ada batasnya.

Dan selama bertahun – tahun pula, aku meratapi keadaan. Kalimat yang terbayang hanya satu, “Why always me?” itu saja. Seiring berjalannya waktu dan keadaan yang harus diterima. Pada akhirnya membentuk aku dengan karakter yang cukup “perfeksionis”

Aku menyadari bahwa kegagalan adalah biang keladinya. Itupun yang terjadi pada orang tua ku tentang mengapa mereka bercerai. Intinya karena mereka “belum berhasil” menemukan keberhasilan dalam rumah tangga mereka. Itu sebabnya, aku pun menerapkan serta menekankan pada diriku sendiri bahwa aku tidak boleh gagal seperti mereka.

Singkat cerita, akupun memiliki pacar. Hubungan kami pernah bertahan selama 5 tahun lamanya. Hubungan yang cukup lama, tidak ringkas namun rumitnya bukan kepalang.

Bentuk Maafku Pada Pria Masa Lalu

Aku fikir, aku adalah orang paling perfeksionis selama ini. Namun nyatanya, ada yang lebih perfeksionis. Terlebih lagi hubungan kami pernah terbentur ego, prahara masing – masing dan hal – hal yang bersinggungan dengan broken home. sehingga pada akhirnya harus kandas di tengah jalan sebelum menuju pelaminan yang diharapkan.

Saat itu, kegagalan demi kegagalanpun terus terjadi, akupun merasa belum pada tahap menemukan seseorang yang cukup “pasti”. Pasti dalam hal melengkapi setiap kekurangan maupun menyempurnakan dalam setiap kelebihan.

Hingga suatu ketika, akupun berada dalam perenungan yang luar biasa. Selama ini aku cukup tahu bahwa aku tidak memiliki role model keluarga yang harmonis, tapi aku sangat ingin memiliki keluarga yang harmonis di masa depan. Sementara itu aku mengharapkan seseorang dapat dengan sejatinya menjadi tempat yang bisa aku percayakan untuk membangun keluarga yang harmonis namun nampaknya tidak demikian.

Semakin ditelusuri, faktor ketidakbahagiaan dan keputusasaan adalah tingginya pengharapan dan minimnya perasaan memaafkan. Pada kenyataannya memang memaafkan tidak sama dengan melupakan. Seringkali ada hal – hal yang sebenarnya sudah berusaha kita maafkan tapi sayangnya luka yang ditinggalkan selalu lebih kuat melekat dalam ingatan.

Padahal, untuk sampai pada titik kedamaian. Kita harus ikhlas dengan apa yang sudah menjadi ketentuan-Nya. Maka dari itu, kuncinya adalah memaafkan. Karena apabila kita sudah mampu memaafkan. Secara menyeluruh hidup kita akan terpenuhi hal baik serta kesempatan yang lebih baik.

Baca : Perbedaan Mencintai & Membenci

Dan pastinya, memaafkan juga tentu bisa membuat fikiran kita lebih banyak belajar memahami keadaan dan mengambil pelajaran. Memahami bahwa akan selalu ada luka yang tak terbantahkan dan juga mengambil pelajaran bahwa setiap luka akan memberikan pelajaran berharga tak terlupakan untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Dan pada akhirnya, akupun memutuskan untuk memaafkan karena aku sadar, saat aku tidak berhenti untuk memaafkan. Aku seperti halnya membiarkan hal – hal yang buruk bersemayam dalam fikiran. Aku jadi tidak memberikan kesempatan untuk diriku bahagia karena banyaknya kesedihan yang terus menerus dipikirkan, diratapi serta dibenamkan dalam hati.

Dan bentuk maafku pada pria masa lalu adalah dengan mengikhlaskannya, menghormati segala keputusannya, tak mengganggu kehidupannya dan selalu mendoakan yang terbaik untuk dirinya. Selamat berbahagia.