Menjadi seorang pengusaha tentu bukanlah hal yang mudah, namun saya akui bahwa menjadi seorang pengusaha sukses adalah impian yang luar biasa bagi saya. Demi mewujudkan impian saya tersebut, saya memiliki segelintir pengalaman berharga tentang berwirausaha.
1. Kisah Berjualan Kertas Binder Notes
Dari kecil, saya memang senang sekali dengan yang namanya berdagang. Terhitung sejak berusia 11 tahun, saya pernah berjualan alat tulis di sekolah. Dan saat itu, saya tengah menduduki bangku kelas 5 Sekolah Dasar ( SD )
Alat tulis yang saya jual cukup variatif, mulai dari penghapus, penggaris, pensil, pulpen hingga buku tulis. Namun, kisah perjuangan saya menjual alat tulis tidak berlangsung lama. Karena apa? karena saya ‘tergoda’ untuk menjual sesuatu yang lain berdasarkan riset pasar yang saya dapatkan. *halah*
Saya melihat, menyimak dan mulai menghayati adanya sesuatu yang ngehits di kelas yaitu binder notes. Yap, binder notes saat itu memang menjadi trend yang cukup kekinian pada zamannya dan hampir semua anak di kelasku memilikinya.
Source : http://static2.jetpens.com/images/a/000/038/38544.jpg?s=f1f1a1ab458ccafa78a33e28a1173486 |
1. Hampir setiap hari selalu membeli kertas binder terbaru. Ini berhubungan dengan mengupgrade selera pemilik binder notes itu sendiri. hehehehe
2. Bertukar kertas atau barter kertas dengan teman sekelas pemilik binder notes.
3. Bertukar biodata antar teman di kelas
4. Mengagung-agungkan kertas dengan merk yang berkualitas. Hahaha jadi ada merk kertas binder notes yang kualitas kertasnya bagus dan kertas dengan merk tersebut selalu menjadi incaran.
5. Sesekali binder notes dijadikan solusi apabila ketinggalan buku pelajaran di jam pelajaran yang bersangkutan.
Berdasarkan riset pasar yang saya lakukan dengan melihat tingkah laku para pemilik binder notes. Akhirnya saya pun ngemodal buat jualan kertas binder notes. Jadi gini, kertas binder notes biasanya dijual dengan harga variatif. Mulai dari Rp. 200, Rp. 300, hingga Rp. 500,-
Karena di point ke 4, saya sebutkan bahwa banyak anak – anak yang mengidolakan kertas berkualitas dengan sebuah merk tertentu. Akhirnya, saya membeli kertas binder notes dengan merk tersebut yang isinya 50 lembar dengan harga Rp. 4000,-
Jadi, modal awal saya berjualan kertas binder notes adalah uang senilai Rp. 4000,- ditambah meluangkan waktu untuk membelinya di toko buku terdekat hehehe belinya sambil naik sepeda waktu itu. hehehe
Saat itu, saya hanya memperhitungkan bahwa :
Harga kertas 1 pack : Rp. 4000,-
Jumlah kertas : 50 lembar
Jadinya, 4000 : 50 = 80
Wah, ternyata kalo beli 1 pack, harga satuannya menjadi lebih murah. Hanya Rp. 80,- aja. Padahal biasanya kertas dengan merk tersebut dijual dengan harga Rp.500,- Terbayang dong ya, penjual punya untung senilai Rp.500 x 50 lembar = Rp. 25.000,-
Padahal saya aja modal awal cuma Rp. 4000,- aja akhirnya, saya pun menjual kertas binder notes tersebut pada teman – teman saya di kelas dengan harga Rp. 500,- per lembar. Antusiasnya cukup luar biasa, sampe kertas binder saya habis. Alhasil, untung yang saya dapatkan hingga 6x lipat dari modal awal. hehehe
Kalau ingat hal itu, tentu pengalaman tersebut hanya bagian dari proyek bisnis sederhana saya di usia belia. Setelah pengalaman tersebut, saya juga memiliki pengalaman lain dalam berjualan.
Di zaman SMK, Tepatnya saat saya berusia 17 tahun. Saya pernah berjualan molen, itu lho pisang yang dibungkus dengan terigu. Namun, yang saya jual saat itu molen dengan isi yang bervariasi. Mulai dari keju, kacang hijau dsb.
Dari penjualan tersebut, memang saya sama sekali tidak mengeluarkan modal. Karena saya dan ketiga teman saya membentuk kesepakatan langsung dengan abang – abang yang jualan molennya. Intinya, uang molen kami bayarkan setelah molen terjual habis.
Memang dari hasil penjualan molen, untung yang kami dapat tidaklah seberapa. Apalagi berjualannya bersama 3 orang teman saya. Itu artinya untung penjualan molen harus dibagi empat. Meski begitu, saya dan ketiga teman saya cukup senang punya pengalaman tersebut. Minusnya, berjualan molen cukup menguras waktu. Apalagi saat itu, status saya adalah seorang anak asrama yang tidak bisa sembarangan berkeliaran dan dibatasi waktunya oleh aturan.
Penampakkan Molen – Source : http://resepcaramemasak.info/wp-content/uploads/2015/01/resep-pisang-molen.jpg |
Selain itu, kami juga harus menunggu molennya selesai di goreng oleh abang – abang molen. Yang manakala menggoreng molen sama halnya dengan jatuh cinta. Sama – sama membutuhkan proses. *halah* lalu kami juga harus meluangkan waktu untuk mengambil molen nya dengan mengunjungi gerobak abang – abang penjual molen tersebut.
Tak hanya itu, saat mengambil molennya. Kami menggunakan wadah plastik yang cukup besar. Yang justru malah beresiko menyulitkan kami saat membawanya. Terlebih lagi, resiko jatuh di jalan saat sedang membawa molennya juga sering menghantui kami.
3. Kisah Berjualan Mukena Bali
Di tahun 2013, saat saya berusia 19 tahun. Saya pernah berjualan mukena bali. Padahal, barang yang saya jual saat itu sedang tidak cukup happening karena memang belum memasuki bulan Ramadhan. Alasannya, saya cuma bingung mau jualan apa. Belum ada ide untuk produk yang akan dijual. Dan karena saya fikir itu barang yang lucu.
Jualan mukena bali ceritanya hehehehe *abaikan modelnya* :v |
Yaudah deh, saya coba berjualan. Saat berjualan mukena bali, memang modal yang dikeluarkan tidak sedikit. Namun, yang membuat hati saya makin teriris adalah saya agak kesulitan menjualnya karena barang yang satu ini memang tidak lagi happening.
Akhirnya, saya hanya bisa pasrah dengan mukena bali yang dijual ‘paksa’ dengan harga yang terbilang anjlok. Ah, terbayang sekali keuntungan saya benar – bener minim dan tipis banget. Tau gitu, saya jadi mulai berfikir. Inginnya jualan barang yang selalu happening setiap waktu aja.
Dari ketiga pengalaman berwirausaha tersebut, saya meyakini bahwa saya membutuhkan kesempatan berwirausaha yang lebih baik dengan syarat :
1. Tidak menguras waktu saya sebagai umat manusia yang juga punya segudang aktivitas
2. Barang yang ditawarkan beragam bahkan selalu dibutuhkan karena bersifat primer
3. Fleksibel, dimanapun saya berada. Tetap bisa jualan.
4. Tanpa modal
5. Tidak perlu stock barang
6. Praktis
7. Minim resiko
Dan dengan segenap hati, pilihan saya jatuh pada KUDO. *mulai lebay* Yap, KUDO yang merupakan singkatan dari Kios Untuk Dagang Online adalah sebuah aplikasi yang memfasilitasi setiap orang untuk berjualan online
Cara Daftar Menjadi Agen Kudo
1. Install Aplikasi KUDO di Playstore
2. Setelah diinstall, teman – teman akan mendapati halaman seperti ini. lalu klik ‘MASUK KE KUDO’
3. Masukan e-mail atau no handphone pada kolom berwarna putih
4. Mengisi kolom registrasi data diri di KUDO
Beranda aplikasi KUDO |
Terdapat 3 tab menu yang akan menginformasikan apa saja yang bisa teman – teman jual dalam aplikasi KUDO yaitu Produk, Pulsa dan Tagihan. Apabila teman – teman ingin menjual produk, maka terdapat belasan kategori produk yang bisa teman – teman pilih seperti gambar di bawah ini.
Isi pulsa melalui apps KUDO |
Bayar tagihan di KUDO |
4 Comments