Belum lama ini, saya senang sekali karena baru saja marathon film drama korea berjudul “Behind Your Touch”, sebuah drama yang mengisahkan tentang seorang dokter hewan yang mendapatkan keajaiban berupa kemampuan mengetahui masa lalu dari hewan yang ia sentuh. Berkat kemampuannya tersebut, ia dapat membantu para pemilik hewan agar dapat memahami apa yang dirasakan oleh hewan peliharannya. Mulai dari hewan yang ternyata trauma dengan tali kekang, lalu hewan yang ternyata memiliki rasa bersalah karena merasa sudah merepotkan tuannya, hingga hewan yang merasa terkhianati karena dia diberikan ke pemilik baru dsb.
Sejak nonton drama korea tersebut, saya jadi semakin paham bahwa hewan juga memerlukan kasih sayang dan kehidupan yang layak dari tuannya. Tidak serta merta hanya memberi makan dan tempat bernaung saja, lalu tugas selesai. Tapi ada hal lainnya juga yang tak kalah penting, yaitu merawatnya dengan sepenuh hati, dengan memberikan vaksin, memberi makan vitamin tambahan serta rutin memandikannya agar tetap sehat.
Selain karena nonton drama korea tersebut, sebenarnya saya sudah lebih dulu tertarik akan dunia hewan, karena memang kebetulan suami saya juga seorang pecinta hewan. Jadi di rumah, kami memelihara aneka hewan peliharaan, mulai dari kura-kura, kucing, ikan chana, hamster dan landak mini.
Terkadang ketika sedang melaksanakan rutinitas pemeliharaan hewan di pagi hari, saya pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi dokter hewan yang banyak dimintai bantuan oleh para pemilik hewan di kliniknya. Walau memang itu hanya sekilas lamunan selagi membersihkan kendang kucing, tapi rupanya yang tidak saya pahami bahwa menjadi dokter hewan juga bukan berarti tanpa tantangan sama sekali.
Seperti halnya kisah yang dialami oleh drh. Fahri Putranda, seorang dokter hewan yang berlokasi di jln. Pangeran pekik nyaring desa Sidorahayu, kec. Plakat tinggi. Kab. Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. drh. Fahri Putranda pernah mendapatkan ancaman dari pemilik sapi, hanya karena ingin memberikan obat cacing pada sapi yang sedang hamil. Sang pemilik mengatakan drh. Fahri Putranda harus mengganti sapinya jika sapi tersebut mati karena obat cacing.
Padahal saat itu drh. Fahri Putranda memiliki maksud baik agar hewan ternak sang pemilik bisa tetap sehat. Karena pasalnya, banyak yang belum mengetahui bahwa hewan ternak perlu mengonsumsi obat cacing secara berkala. Obat cacing ini sangat penting untuk mengatasi dampak menurunnya produktivitas dari hewan tersebut, biasanya hewan yang cacingan akan terlihat lebih kurus, mengalami diare, kerusakan organ, bahkan produksi telur, daging dan susunya juga jadi ikut menurun.
Berselang setahun kemudian, anak sapi yang dikhawatirkan pemilik akan mati karena obat cacing itu justru lahir dengan sangat sehat, bahkan tubuhnya lebih gemuk dibanding dengan sapi-sapi seusianya. Di usianya yang kala itu menginjak 1 bulan, sapi itu justru memiliki ukuran selayaknya sapi seumuran 3 bulan. Saking bahagianya dengan kondisi tersebut, sang pemilik sapi bergegas menghubungi drh. Fahri Putranda dan menceritakan kondisi anak sapinya yang sehat itu. Dan sejak saat itu drh. Fahri Putranda semakin dipercaya oleh para peternak di Sumatera Selatan tersebut.
Menjadi dokter hewan yang mengabdikan dirinya di desa transmigrasi tentu tidaklah mudah, cerita singkat diatas barangkali hanyalah salah satu dari cerita selama pengabdiannya sebagai dokter hewan yang telah beliau awali sejak tahun 2015. Dibawah naungan Farvisa Vet yang merupakan akronim dari Fahri (Far) dan sang istri Vitasari (Visa), drh. Fahri Putranda bersama sang istri yang sama-sama berprofesi sebagai dokter hewan terus berupaya untuk mengedukasi masyarakat dalam pemeliharaan hewan ternak maupun hewan kesayangan. Bahkan Farvisa Vet sendiri memiliki kuota vaksin gratis bagi 250-400 hewan peliharaan. Bahkan sekalipun gratis tetap saja kesadaran masyarakat akan pemberian vaksin bagi hewan kesayangan maupun ternak masih sangat minim.
Baca: Perjuangan Tutus Setiawan, Bangkitkan Semangat Penyandang Tunanetra Melalui Pendidikan
Selain daripada kesadaran masyarakat, tantangan lainnya yang juga dihadapi drh. Fahri Putranda dalam pengabdiannya sebagai dokter hewan adalah infrastruktur di desa tersebut. Yang mana kondisi jalannya belum layak, sehingga menimbulkan kendala tersendiri saat melintasinya. Ditambah lagi, drh. Fahri Putranda juga pernah dianggap aneh oleh rekannya, karena tetap memberikan pertolongan, sekalipun hanya dibayar dengan hasil kebun. Lewat pengabdiannya yang tak ternilai itu, drh. Fahri Putranda ingin berpegang teguh pada motto hidupnya yakni “Mengobati hati manusia lewat kesehatan hewan kesayangannya.”
Dengan segala upaya yang telah dicurahkannya untuk pengabdian masyarakat di desa Sidorahayu tersebut. drh. Fahri Putranda memang pantas mendapatkan apresiasi dari Astra di tahun 2021 dalam kategori kesehatan. Semoga kebermanfaatan yang beliau lakukan, bisa berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat di desa Sidorahayu. Dan bagi kita semua yang membaca kisah dari perjuangan drh. Fahri Putranda ini, bisa ketularan semangat juangnya.