Zaman dulu saat masih sekolah, rasanya waktu bergulir tidak secepat seperti sekarang ketika sudah memiliki anak. Padahal seperti baru kemarin menahan perihnya melahirkan, eh sekarang malah anak bayi yang dulunya ditimang-timang,  sudah bisa bertingkah kesana kemari di usia 4 tahunnya. Mengetahui usianya kini yang telah berada di angka 4, sebagai orang tua, saya pun sudah mulai mencari-cari referensi sekolah untuk anak saat SD nanti.

Sekolah demi sekolah telah berhasil dihubungi dan ditanya-tanya seputar biaya dan kurikulumnya. Dan dari setiap sekolah yang ada, pastinya selalu menawarkan value yang berbeda, agar nantinya bisa menjadi bahan pertimbangan apakah orang tua akan mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut atau tidak.

Sampai suatu ketika, ada satu sekolah yang jaraknya cukup dekat dari rumah, hanya 1km-an saja. Memang sekolah ini letaknya tidak langsung di pinggir jalan, melainkan di dalam sebuah komplek perumahan. Yang jadi pertanyaan adalah ketika guru yang bersangkutan di sekolah tersebut menuturkan bahwa “Sekolah kami adalah sekolah inklusi” lalu darisana timbulah pertanyaan, “apa yang dimaksud dengan sekolah inklusi, bu?”

Mendapatkan pertanyaan tersebut, sang guru menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sekolah inklusi adalah sekolah yang juga menerima dan mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran di sekolah. Itu artinya, sekolah inklusi menerima anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus dalam satu kelas.

Bagi saya yang baru pertama kali mendapatkan penjelasan tersebut, tentu ada rasa takjub sekaligus rasa bersyukur dalam diri. Bersyukur dan takjub bahwa masih ada sekolah yang memperhatikan dan peduli terhadap keberadaan para siswa berkebutuhan khusus. Karena saya sendiri rasanya hampir tidak bisa membayangkan bagaimana perjuangan para orang tua dengan anak berkebutuhan khusus harus bersusahpayah dalam memilihkan lingkungan sekolah yang tepat untuk anak, agar anaknya tidak mendapatkan diskrimasi dari temannya selama di sekolah.

Namun sayangnya, sekolah inklusi ini jumlahnya masih sangat terbatas, sementara jumlah anak berkebutuhan khusus di luar sana juga tidak sedikit. Maka dari itu, penting untuk meningkatkan keberadaan lembaga pendidikan maupun pelatihan, yang ramah akan penyandang kebutuhan khusus. Sehingga kedepannya para penyandang khusus bisa lebih berdaya dan memiliki masa depan yang layak.

Inspirasi Hadirnya LPT (Lembaga Pemberdayaan Tunanetra)

Sejalan dengan keinginan untuk bisa memberdayakan para penyandang karena dilatarbelakangi dengan kondisi pribadinya sebagai seorang penyandang tunanetra dan pengalaman mendapatkan diskrimasi, Mas Tutus Setiawan seorang pemuda asal Surabaya, Jawa Timur. Tergerak hatinya untuk mendirikan Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT).

Sumber foto: Dokumentasi Pribadi Milik Lembaga Pemberdayaan Tunanetra

Lembaga yang semula bernama Perhimpunan Braille Muda Surabaya (PBMS) sejak didirikan 2003 untuk pertama kalinya, kini telah berubah menjadi LPT (Lembaga Pemberdayaan Tunanetra), satu tahun setelah berdirinya.Menariknya,LPT (Lembaga Pemberdayaan Tunanetra) memiliki berbagai macam program pemberdayaan bagi para penyandang disabilitas, agar kedepannya banyak para disabilitas yang dapat berkarir lebih dari sekadar menjadi ahli pijat atau guru musik saja. Tapi dapat memiliki pengalaman yang lebih luas lagi dalam karirnya.

Saat ini, terdapat 3 program utama Lembaga Pemberdayaan Tunanetra yang dapat diikuti, diantaranya adalah program pendidikan dan pelatihan, advokasi dan yang ketiga adalah program riset. Harapannya para penyandang tunanetra dapat memiliki bekal yang mumpuni untuk dapat terjun ke dunia karir kedepannya.

Adapun beberapa pelatihan yang pernah diselenggarakan yakni pelatihan MC, IT, komputer bicara, operator telepon, jurnalistik dan beragam pelatihan lainnya. Sedangkan untuk program advokasi, Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT) memfokuskan pada proses pendampingan teman-teman para penyandang tunanetra yang mengalami kesulitan dalam hal regulasi.

Contoh nyata kondisi yang sering terjadi yang berkaitan dengan regulasi adalah ketika para penyandang tunanetra dihadapkan dengan kesulitan untuk mendaftar sekolah, mendaftar sebagai PNS, membuat ATM di Bank dsb. Kondisi-kondisi itulah yang kerap kali dikeluhkan oleh para penyandang tunanetra. Sehingga Lembaga Pemberdayaan Tunanetra berupaya untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam bentuk pendampingan secara khusus.

LPT (Lembaga Pemberdayaan Tunanetra) Luncurkan Segmen Terbaru

Tak hanya memperjuangkan para penyandang tunanetra dengan menghadirkan berbagai program yang mendukung masa depan para penyandang tunanetra. Mas Tutus Setiawan bersama rekan-rekannya juga ikut aktif mengambil bagian dari perkembangan teknologi, dengan meluncurkan kanal digital Radio Braille Surabaya pada bulan Desember 2022, dibantu oleh teman-teman dari AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Surabaya.

Di dalam kanal digital Radio Braille Surabaya, mas Tutus Setiawan bersama rekannya turut andil menyuarakan isu-isu dan hak seputar disabilitas. Sebagai bagian dari program riset di Lembaga Pemberdayaan Tunanetra, seringkali mas Tutus Setiawan bersama rekan juga melakukan liputan secara khusus guna meriset sekaligus mengkritisi fasilitas public yang ada di Surabaya khususnya, apakah sudah cukup aman atau tidak untuk diakses oleh para disabilitas.

Adapun beberapa fasilitas public yang dijadikan riset dan dibagikan di kanal digital Radio Braille Surabaya yaitu Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), Bus Suroboyo, Feeder Wirawiri Suroboyo, dan Masjid Al-Akbar Surabaya.

Baca: Selamatkan Papua dari Buta Aksara, Lamek Dowansiba Gagas Komunitas Suka Membaca

Di bulan November 2023 mendatang, LPT (Lembaga Pemberdayaan Tunanetra) akan genap berusia 20 tahun. Hal ini tentu menjadi suatu kebanggaan bagi mas Tutus Setiawan untuk dapat terus memberdayakan dan memperjuangkan hak-hak para disabilitas. Maka tak heran, berkat perjuangan luar biasanya itu, mas Tutus Setiawan mendapatkan penghargaan berupa apresiasi Satu Indonesia Awards dari Astra di tahun 2015 dalam kategori pembuka mata tunanetra.

Sekali lagi, terima kasih mas Tutus Setiawan atas perjuangannya, ini semua sangat berarti bagi banyak orang sekaligus menjadi ajang pembuktian yang  nyata bahwa tidak ada masa depan yang terlalu gelap bahkan bagi penyandang tunanetra sekalipun, karena setiap orang punya kesempatan yang sama untuk memiliki  masa depan yang cerah.