Kalau ditanya, “Pernah gak, kamu merasa insecure?” jawabannya jelas pernah. Tepatnya hal itu terjadi ketika saya berusia 7 tahun, dimana saat itu saya merasa insecure dan merasa tertinggal karena teman sebaya sudah pada bisa melafalkan al-qur’an sementara saya masih berkutat dengan iqro dan belum bisa membaca al-qur’an.

Dan ketika mengingat moment itu kembali, moment-moment apa saja yang di masa lalu bisa menimbulkan rasa insecure, bahkan sampai hari ini. Rasanya ada banyak hal yang harus saya pilih sebagai upaya untuk memperbaiki hidup. Misalnya saja, dulu saya insecure karena tidak kuliah, maka hari ini saya pun memutuskan untuk kuliah.

Namun sayangnya, privilege untuk memiliki pilihan dalam hidup itu tidak bisa dimiliki oleh setiap orang. Sepertinya masyarakat Papua yang kebanyakan mengalami buta aksara karena minimnya kualitas pendidikan disana, ditambah lagi jumlah SDM guru juga tidak banyak disana. Padahal kalau kita mau sama-sama berpikir logis, bukan tidak mungkin bila orang-orang di Papua juga mengalami rasa insecure terhadap perkembangan dunia saat ini.

Baca: Nazamuddin Siregar, Pelopor Pengelolaan Sampah Berbasis Teknologi di Tapanuli

Disadari atau tidak, perkembangan dunia yang pesat saat ini jelas akan berdampak pada mereka yang mengalami buta aksara. Sekalipun mereka berada ujung timur Indonesia yang notabene jauh dari ibukota, dampaknya justru akan sangat terasa dengan sulitnya mereka untuk mengubah hidup menjadi lebih baik.

Semisal ingin melamar pekerjaan saja, tanpa kemampuan menulis dan membaca pastinya mereka tidak akan bisa memenangkan persaingan di dunia kerja. Karena kemampuan tulis dan baca adalah kemampuan dasar yang perlu dimiliki manusia untuk dapat berkomunikasi dan bersosial.

Rasanya akan sangat ironi bila membayangkan dimana saat ini orang-orang di pulau Jawa khususnya, kebanyakan telah menikmati atau bahkan ketergantungan akan kehadiran teknologi, sedangkan orang-orang di Papua yang mengalami buta aksara justru tidak bisa menikmati hal itu. Jangankan menikmati teknologi yang canggih sampai ke tingkat memahami artificial intelligence,  sesederhana teknologi berkomunikasi via chatting juga pastinya banyak diantaranya yang belum pernah melakukannya.

Lamek Dowansiba
Lamek Dowansiba – Sumber: RRI.co.id

Berangkat dari fakta tak terbantahkan mengenai kondisi Papua tersebutlah, seorang pemuda bernama Lamek Dowansiba yang berasal dari suku Arfak di Kabupaten Manokwari pun berupaya mendirikan rumah baca yang nantinya akan memfasilitasi banyak masyarakat papua untuk semangat membaca.

Diawali dengan mendirikan satu rumah baca yang berlokasi di Kampung Masiepi di tahun 2019, dengan nama ‘Tuh Tebej’ yang bermakna Rumah Baca Bintang. Setelah berhasil mendirikan rumah baca yang pertama, Lamek Dowansiba melanjutkan pendirian rumah  baca selanjutnya yang tersebar di berbagai wilayah Papua seperti Kampung Nuni, Mandopi, Urondopi Distrik Manokwari Utara, Kampung Tanah Merah di Distrik Warmare dan tiga rumah baca lainnya di Kabupaten Manokwari Selatan, Bintuni, dan Sorong.

Dari semua lokasi rumah baca yang didirikan oleh Lamek Dowansiba, ia menuturkan bahwa ia memfokuskan lokasi berdirinya di Rumah Baca Bintang di daerah perkampungan, karena memang di masa lalu ia pernah bersekolah di kampung dan merasakan sendiri betapa sulitnya akses terhadap buku. Sehingga ia pun tergerak untuk menjadi jalan bagi para anak-anak di Papua agar tak lagi menjadi buta aksara.

Sumber: papuabarat.tribbunnews

Terbukti dengan berdirinya rumah baca yang digagas oleh Lamek Dowansiba, terhitung ribuan anak-anak Papua telah berhasil teredukasi akan huruf alphabet. Dan hingga kini, masih terus diupayakan agar terus mengalami peningkatan hingga ke tahap fasih membaca. Menariknya, tak hanya mendirikan rumah baca saja, Lamek Dowansiba juga senantiasa memperbaharui buku bacaan di rumah bacanya, yang diperoleh dari donator maupun relasinya.

Demi menularkan semangat rumah baca yang diusungnya, Lamek Dowansiba juga berkolaborasi dengan para relawan untuk ikut memberikan motivasi terbaik serta mengajar langsung untuk anak-anak Papua.

Berkat kegigihannya dalam membangun puluhan rumah baca di Papua, Lamek Dowansiba pun mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari Astra di tahun 2021 sebagai penerima apresiasi SIA Astra untuk kategori “Penggiat Literasi  di Papua Barat melalui Komunitas Suka Membaca (KSM)”. Dengan adanya penghargaan ini, tentunya kita semua berharap akan ada lebih banyak sosok Lamek Dowansiba di kemudian hari.