Gambaran akan kehidupan perkampungan yang penuh dengan nuansa nan hijau, gemericik air sungai yang mengalir dari hulu ke hilir, serta pemandangan masyarakat yang bertani sedari pagi, tentunya adalah gambaran ideal tentang perkampungan yang biasa kita lihat di sinetron. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak semua perkampungan atau desa memiliki wajah yang serupa.
Kebanyakan diantaranya justru masih memiliki kesadaran yang minim akan pentingnya menjaga lingkungan. Alhasil, semakin banyak masalah yang timbul di desa, mengakibatkan ketidaknyamanan yang berujung meningkatnya urbanisasi.
Hal itulah yang kemudian mendasari Uus Kusmana bersama rekan-rekan menjadi inisiator didirikannya Ecovillage di Tarumajaya, Kec. Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ecovillage sendiri dinilai efektif dalam mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di Kawasan Tarumajaya, yang notabene merupakan hulu dari sungai citarum, sungai terpanjang di Jawa Barat.
Berbagai permasalahan yang kerap terjadi diantaranya adalah terkait perilaku masyarakat dalam membuang sampah, tidak adanya lahan pengumpulan sampah sementara, tidak terkoordinirnya kelembagaan yang mengatur pengelolaan sampah, hingga perilaku masyarakat dalam pengelolaan limbah ternak dan pertanian.
Dan sejak disosialisasikannya gerakan Ecovillage Tarumajaya Bandung, masyarakat sudah mulai berbenah dan menjadi lebih aware terhadap pemilahan sampah, tidak lagi sembarangan membuangnya ke sungai citarum. Bahkan tak hanya memilah sampah menjadi organic dan non organic, di kawasan ini juga warga sudah mengelola limbah hewan ternak yang kemudian dijadikan biogas. Benar-bener perubahan yang 180 derajat, jika dibandingkan sebelum hadirnya konsep Ecovillage di Kawasan Tarumajaya.
Metode Pengembangan Ecovillage
Memang tak mudah memprakarsai perubahan di tempat yang telah lebih dulu menganut kebiasaan tertentu, maka dari itu gerakan ecovillage yang diinisiasi oleh Uus Kusmana dan rekan-rekan melakukan dua metode dalam pengembangannya:
- Pendekatan Participatory Rural Appraisal
Pendekatan yang menghubungkan masyarakat dengan masalah-masalah yang dialaminya, serta merumuskan upaya yang perlu dilakukan sebagai solusi terhadap kondisi lingkungan.
- Teknik Sekolah Lapangan (SL)
Metode yang mengedepankan masyarakat sebagai subjek pembangunan, dalam hal ini masyarakat melakukan Tindakan bersama-sama dalam memecahkan masalah yang ada.
Mengacu pada motto Ecovillage yakni “Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita”, Uus Kusmana selaku fasilitator gerakan Ecovillage bersama tim, mencanangkan gerakan aksi nyata yang berfokus pada masalah sampah domestik, lahan kritis, limbah ternak, sanitasi dan pencemaran limbah cair.
Baca: Kenal Lebih Dekat dengan Token AHA: Token Kripto Ramah Lingkungan
Lebih detailnya lagi, aksi nyata yang dilakukan telah menghasilkan beragam inovasi dan kemudahan bagi masyarakat dalam melestarikan lingkungannya, mulai dari hadirnya pembangunan bank sampah, produk daur ulang, program perlindungan mata air, produksi pupuk organik, sanitasi, gerakan bersama membersihkan bantaran sungai hingga pembangunan desa wisata. Dsb
Peningkatan Perekonomian di Desa Tarumajaya
Selain dari manfaat ecovillage yang memberikan kualitas hidup yang lebih baik pada masyarakat. Konsep Ecovillage juga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat, jika digali dari sisi potensi bisnisnya. Saat ini desa Tarumajaya juga memiliki beragam tempat wisata menarik yang memanfaatkan kondisi alam, seperti Situ Cisanti, Bukit Paesan, Tawides (Taman Wisata Edukasi Desa) Tarumajaya, Hutan Mini Bongkor AGP dan Pakawa (Paniisan Karuhun Wa Hyang).
Harapan kedepannya konsep Ecovillage yang dibangun, masih akan terus berlangsung dan semakin tersebarluas, sehingga akan semakin banyak desa berbudaya lingkungan (ecovillage) seperti yang terjadi di Desa Tarumajaya. Menariknya, Desa Tarumajaya juga kini dinobatkan sebagai Kampung Berseri Astra (KBA) 2022 berkat konsistensinya dalam menjaga lingkungan hidup.